Beranda | Artikel
Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 7
Rabu, 21 Januari 2015

abusalafy7

7. Larangan Terbesar

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membawakan firman Allah (yang artinya), “Katakanlah; Kemarilah akan aku bacakan kepada kalian apa-apa yang diharamkan Rabb kalian kepada kalian; yaitu janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (Al-An’am : 151). Ayat ini memberikan peringatan keras dari syirik dengan segala bentuk dan variasinya (lihat Al-Jadid fi Syarhi Kitab At-Tauhid, hal. 30)

Ayat ini menunjukkan bahwa syirik adalah keharaman yang paling besar, larangan yang paling besar, kemaksiatan terbesar dan dosa besar yang paling besar. Hakikat syirik itu adalah beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada-Nya. Apapun atau siapapun yang disembah selain Allah itu, maka itu termasuk perbuatan syirik. Semua bentuk syirik adalah diharamkan, baik syirik besar maupun syirik kecil, baik yang tampak maupun yang samar atau tersembunyi di dalam hati (lihat I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitab At-Tauhid, 1/41-42)

Ayat ini berisi larangan berbuat syirik, dan hal itu memberikan konsekuensi perintah bertauhid. Hal ini menunjukkan bahwa tauhid adalah kewajiban yang paling wajib dan syirik adalah keharaman terbesar. Dimana Allah mengawali penyebutan hal-hal yang diharamkan itu dengan syirik (lihat Hasyiyah Kitab At-Tauhid oleh Syaikh Abdurrahman bin Qasim, hal. 16)

Kemudian, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membawakan atsar/riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu. Beliau berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat wasiat yang dibubuhi cap Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hendaklah dia membaca firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah; Kemarilah, akan aku bacakan kepada kalian apa-apa yang diharamkan oleh Rabb kalian kepada kalian; yaitu janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” hingga firman-Nya, “Dan bahwasanya -yang Kami perintahkan- inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia…” sampai akhir ayat (Al-An’am : 151 – 153).”

Yang dimaksud oleh perkataan Ibnu Mas’ud ini adalah wasiat yang seolah-olah tertulis dan diberi stempel/cap lalu dilipat/disimpan sehingga tidak akan diubah dan diganti. Jadi, bukanlah maksud ucapan beliau di atas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis wasiat ini dan memberikan stempel atasnya (lihat Ibthal At-Tandid oleh Syaikh Hamad bin ‘Atiq, hal. 22)

Ibnu Mas’ud memandang bahwa ayat-ayat tersebut -dalam surat Al-An’am : 151-153- telah mencakup seluruh ajaran agama, sehingga seolah-olah itu merupakan wasiat yang telah diberi stempel oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tinggalkan untuk umat. Demikian faidah dari keterangan Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah (lihat Al-Qaul Al-Mufid, 1/23)

Di dalam surat Al-An’am 151 – 153 ini terkandung sepuluh wasiat yang isinya adalah :
[1] Larangan berbuat syirik
[2] Berbuat baik kepada kedua orang tua
[3] Larangan membunuh anak dengan alasan takut miskin
[4] Larangan mendekati perbuatan keji yang tampak maupun tersembunyi
[5] Larangan membunuh jiwa yang diharamkan dibunuh
[6] Larangan mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang terbaik
[7] Perintah menyempurnakan takaran dan timbangan
[8] Perintah berkata-kata/bersaksi dengan adil, meskipun kepada orang yang dekat/kerabat
[9] Perintah memenuhi ikatan perjanjian dengan Allah
[10] Perintah mengikuti jalan lurus dan larangan mengikuti jalan-jalan lain (lihat keterangan Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam Al-Mulakhash fi Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 17-18)

Ibnu Mas’ud membawakan ucapan di atas karena Ibnu Abbas mengatakan, “Sesungguhnya kerugian sebenar-benar kerugian adalah kejadian yang membuat kita terhalang untuk mendapatkan wasiat yang hendak ditulis oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu Mas’ud ingin mengingatkan para sahabat bahwa seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis wasiat maka tidaklah beliau wasiatkan selain apa-apa yang termaktub di dalam Kitabullah. Sebagaimana Allah menjadikan ayat-ayat di atas sebagai wasiat-Nya maka secara otomatis itu pun menjadi wasiat nabi-Nya (lihat Al-Mulakhash fi Syarhi Kitab At-Tauhid, hal. 20)

Kesimpulan :

  • Syirik adalah keharaman yang paling besar
  • Syirik adalah beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada-Nya
  • Apabila syirik merupakan larangan terbesar maka tauhid adalah perintah paling agung
  • Wasiat yang paling utama adalah wasiat untuk bertauhid, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Allah di dalam ayat-ayat tersebut -dalam surat Al-An’am-
  • Apa-apa yang diwasiatkan Allah dalam Kitabullah merupakan wasiat Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • Jalan yang lurus adalah jalan yang ditegakkan di atas akidah tauhid, bukan di atas kemusyrikan dan kekafiran kepada Allah
  • Mengikuti jalan selain jalan tauhid akan mencerai-beraikan manusia dari jalan Allah, sebaliknya berpegang-teguh dengan tauhid akan menyatukan manusia dan mempersaudarakan mereka di atas ikatan keimanan

10425476_1590346074517648_7181355556619012070_n

Baca Juga :

> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 6 : di sini

> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 5 : di sini

> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 4 : di sini

> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 3 : di sini

> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 2 : di sini


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/silsilah-syarah-kitab-tauhid-bagian-7/